Vihara
Avalokitesvara Pamekasan Madura merupakan salah satu situs peninggalan
peradaban manusia masa lampau yang sangat menarik dan berarti. Vihara
Avalokitesvara Pamekasan yang juga merupakan TITD (Tempat Ibadah Tri Darma)
Kwan Im Kiong terletak di pantai Talang Siring Kampung atau Dusun Candi, Desa
Polagan, Kecamatan Galis, kurang lebih 17 km sebelah timur kota Pamekasan
Madura.
Bagi kalangan
warga Tionghoa, Kelenteng Kwan Im Kiong sebutan lain untuk Vihara Avalokitesvara,
mempunyai keunikan tersendiri. Selain merupakan Tempat ibadah umat Tri Darma
terbesar di Madura, sejumlah warga Tionghoa mengaku tertarik karena Vihara
Avalokitesvara mempunyai sejarah yang panjang. Ada semacam legenda atau cerita
lisan yang telah berlangsung turun-temurun termasuk sisa-sisa peninggalan
budaya jaman Majapahit.
Sejarah Vihara Avalokitesvara Pamekasan Madura
Pada awal abad
ke-16 terdapat sebuah Kerajaan Jamburingin di daerah Proppo sebelah barat
Pamekasan, yang menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit. Raja-raja Jamburingin
yang masih keturunan Majapahit itu mempunyai rencana membangun candi untuk
tempat beribadah, tepatnya di kampung Gayam, kurang lebih dua kilometer ke arah
timur Kraton Jamburingin, dan mendatangkan perlengkapannya lewat Pantai Talang
dari Kerajaan Majapahit.
Dahulu Pantai
Talang dijadikan tempat berlabuh perahu-perahu dari seluruh penjuru Nusantara
karena karena pantainya yang landai dan bagus pemandangannya. Terlebih bagi
armada Kerajaan Majapahit untuk mensuplai bahan-bahan keperluan keamanan
ataupun spiritual di wilayah Pamekasan. Di antaranya, pengiriman patung-patung
dan perlengkapan ibadah.
Namun, setelah
tiba di pelabuhan Talang, kiriman patung-patung dari Majapahit ke Kraton
Jamburingin sama sekali tidak terangkat setelah tiba di Pelabuhan Talang.
Penduduk pada waktu itu hanya bisa mengangkat beberapa ratus meter saja dari
pantai. Akhirnya, penguasa Kraton Jamburingin memutuskan untuk membangun candi
di sekitar pantai Talang. Tempat Candi yang tidak terwujud itu, sekarang
dikenal dengan Desa Candi Burung merupakan salah satu desa di Kecamatan Poppo,
yang lokasinya berdekatan dengan Desa Jamburingin. Burung dalam bahasa Madura
berarti gagal (tidak jadi).
Rencana
pembangunan candi di Pantai Talang pun tidak terlaksana seiring perkembangan
kejayaan Kerajaan Majapahit yang mulai pudar serta penyebaran agama Islam mulai
masuk dan mendapat sambutan yang sangat baik di Pulau Madura, termasuk daerah
Pamekasan. Akhirnya, patung-patung kiriman dari Majapahit pun dilupakan orang,
serta lenyap terbenam dalam tanah.
Avalokitesvara Bodhisatva (KWAN IM PO SAT)
Sekitar tahun
1800, Pak Burung tidak sengaja menemukan patung-patung dari Majapahit tersebut
di ladangnya. Kabar penemuan itu sangat menarik perhatian penjajah Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda meminta Bupati Pamekasan Raden Abdul Latif Palgunadi
alias Panembahan Mangkuadiningrat I (1804-1842) untuk mengangkat dan
memindahkan patung-patung tersebut ke Kadipaten Pamekasan. Tetapi, karena
keterbatasan peralatan saat itu, proses pemindahan patung-patung tersebut ke
Kadipaten Pamekasan gagal juga. Patung-patung tersebut tetap berada di lokasi
ketika ditemukan.
Kurang lebih 100
tahun kemudian, sebuah keluarga Tionghoa membeli ladang tempat penemuan
patung-patung tersebut. Setelah dibersihkan, diketahui bahwa patung-patung
tersebut bukan sembarang patung. Patung-patung tersebut memiliki khas Buddha
beraliran Mahayana yang punya banyak penganut di daratan Tiongkok.
Salah satu patung
itu ternyata patung Kwan Im Po Sat alias Avalokitesvara. Tingginya 155
sentimeter, tebal tengah: 36 cm dan tebal bawah: 59 cm . Kabar ini pun tersebar
luas di kalangan orang Tionghoa di Pamekasan dan Pulau Madura umumnya. Sejak
itulah dibangun sebuah kelenteng untuk menampung patung Kwan Im Po Sat, Dewi
Welas Asih yang sangat dihormati di kalangan masyarakat Tionghoa.
Kelenteng Kwan Im Kiong Vihara Avalokitesvara Madura
Kelenteng Kwan Im
Kiong Vihara Avalokitesvara Madura yang mempunyai sejarah dan kekhasan inilah
sejak dulu menjadi tujuan warga Tionghoa. Tidak hanya pengunjung dari Jawa
Timur, dari luar Pulau Jawa bahkan luar negeri pun kerap memanfaatkan
kesempatan untuk datang bersembahyang di kelenteng Kwan Im Kiong.
Kini, setelah
adanya Jembatan Suramadu, kunjungan wisatawan, khususnya warga Tionghoa, ke
kelenteng Kwan Im Kiong meningkat pesat. Hampir setiap hari ada warga yang
mampir ke Vihara Avalokitesvara di sekitar kawasan pantai wisata Talangsiring
ini, baik sekedar melihat maupun khusus bersembahyang. Kwan Im Kiong memang
termasuk salah satu kelenteng yang sangat dikenal umat Tridharma Indonesia.
Sebagai
perwujudan ungkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan YME atas penemuan
patung-patung Buddhis di Dusun Candi, serta untuk menghormati Dewi Kwan Im,
kelenteng Kwan Im Kiong menggelar peringatan hari-hari besar yang berkaitan
dengan Dewi Kwan Im secara istimewa yang diikuti ribuan orang dengan aneka
atraksi menarik tiga kali dalam setahun.
Keunikan Vihara Avalokitesvara Candi Pamekasan
Keunikan Vihara
Avalokitesvara atau kelenteng Kwan Im Kiong Candi Pamekasan Madura yang
notabene sebagai tempat ibadah umat Tri Darma, juga terdapat tempat ibadah
untuk umat beragama lain, yaitu Pura untuk umat Hindu dan Mushalla untuk
umat Islam. Rencananya akan dibangun lagi sebuah gereja untuk umat Nasrani.
Dibandingkan
dengan Vihara sendiri, musholla yang ada ada di lingkungan Vihara Avalokisvara
Candi Pamekasan, memang tidak terlalu besar. Berukuran hanya 4×4 meter.
Akan tetapi, pihak Vihara, menyediakan perlengkapan ibadah di musholla ini.
Tempat berwudlu, sajadah, mukena dan tasbih. Jarak musholla dengan Vihara hanya
sekitar 10 meter yang terbatas oleh dinding.
Lokasi Pura
paling dekat dengan Vihara. Ukuran Pure lebih kecil dari musholla, yakni hanya
3×3 meter. Pembangunan Pura sendiri, sebenarnya atas prakarsa Kapolwil Madura
saat itu, yang berasal dari Bali dan menganut Agama Hindu yang menyarankan
membangun Pura.
MURI (Museum
Rekor Dunia Indonesia) telah mencatat, bahwa Vihara Avalokistesvara Candi
Pamekasan Madura merupakan sebuah vihara terunik, karena di dalamnya terdapat
bangunan Musholla dan Pura. Hal ini merupakan sebuah simbol kerukunan umat
beragama yang penganutnya hidup rukun dan berdampingan.
Sumber : http://lenterakecil.com/vihara-avalokitesvara-pamekasan-madura/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar